Desa Loa – Malam beranjak di Desa Loa, sebuah desa yang masih memegang teguh tradisi leluhur. Di tengah keheningan, terdengar sayup-sayup dentuman yang khas, memecah sepi dan menarik perhatian. Itulah suara dari kesenian yang sakral, yang telah mendarah daging di tanah Pasundan: Terbang Buhun.
Terbang Buhun, yang secara harfiah berarti "Terbang Kuno" atau "Terbang Leluhur," bukan sekadar pertunjukan seni biasa. Ia adalah warisan spiritual, jembatan yang menghubungkan masa kini dengan kearifan masa lalu. Di Desa Loa, kesenian ini dihidupkan kembali Masih lestari diberbagai upacara adat, seperti ritual Ngaruat—upaya tolak bala dan ungkapan syukur—atau dalam perayaan-perayaan penting yang sarat makna.
Alat musik utamanya sederhana, namun memancarkan aura magis: beberapa jenis rebana yang disebut terbang (seperti terbang kempring, terbang ageung, terbang gebrung, dan lainnya) yang dipukul dengan irama tertentu, ditemani oleh dentingan kendang yang mengatur tempo.
Para pemain, yang dikenal sebagai nayaga atau reaheun, duduk melingkar, wajah mereka memancarkan kekhusyukan. Malam itu, mereka tidak hanya menabuh alat musik, tetapi juga melantunkan pupujian dan sholawat. Syair-syair yang dilantunkan seringkali diambil dari kitab Al-Barjanji, memuji kebesaran Ilahi dan Nabi Muhammad SAW, sekaligus menyisipkan wangsit (petuah) leluhur dalam bahasa Sunda.
Kadang kala, narasi pertunjukan akan diselipi dengan Upacara Ngahurip, ritual membersihkan diri dan lingkungan, yang makin menguatkan fungsi Terbang Buhun sebagai bagian integral dari ritual keagamaan dan adat.
Ketika irama semakin cepat, dan lantunan pupujian kian menghunjam, energi spiritual pun memenuhi udara. Dalam beberapa pertunjukan yang sangat dalam, penari atau bahkan penonton dapat terseret dalam suasana transendental, menari dalam kondisi kesurupan (yang diyakini sebagai interaksi dengan entitas spiritual), sebuah pemandangan yang menunjukkan betapa kuatnya ikatan batin masyarakat dengan tradisi ini.
Bagi masyarakat Desa Loa, Terbang Buhun adalah cermin jati diri. Ia adalah media untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, sarana untuk menjaga keharmonisan desa, dan sekaligus hiburan yang mendidik. Setiap dentuman rebana adalah doa, setiap lantunan syair adalah penghormatan kepada leluhur.
Di tengah gempuran modernisasi, Desa Loa melalui Kesenian Terbang Buhun tetap kokoh berdiri, menjaga agar api warisan spiritual nenek moyang mereka tidak pernah padam, menjadikannya pusaka budaya yang tak ternilai harganya.
Dengan semangat gotong royong dan rasa bangga terhadap budaya lokal, Desa Loa menjadi salah satu contoh desa yang berhasil menjaga jati diri tradisi di tengah kemajuan zaman.